BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al quran adalah kitab suci yang diwahyukan Allah SWT. Kepada
nabi Muhammad Saw. Berisi petunjuk-petunjuk bagi kehidupan dan penghidupan
ummat islam khususnya dan umat manusia pada umumnya.
Alquran adalah kitab Allah SWT yang terakhir
setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul.Syaikh
Abu Utsman berkata :”Ashhabul Hadits bersaksi dan berkeyakinan bahwa Al-Qur’an
adalah kalamullah (ucapan Allah), Kitab-Nya dan wahyu yang diturunkan, bukan
makhluk. Barangsiapa yang menyatakan dan berkeyakinan bahwa ia makhluk maka
kafir menurut pandangan mereka.
Al quran sifatnya universal, untuk itu dia hanya menetapkan
pokok-pokok hukum dasar, dari pokok-pokok hukum dasar tersebut dapat
dikembangkan secara elastis sesuai dengan kemampuan, kondisi, dan situasi
manusia yang bersangkutan.
Pokok – pokok kandungan Al quran pada prinsipnya meliputi ; aqidah, ibadah dan muamalah,
akhlak , hukum, sejarah dan dasar – dasar sains ( ilmu pengetahuan ).
B. Rumusan Masalah
a.
Apa saja pokok – pokok isi kandungan Al quran ?
C. Tujuan Pembahasan
a. menjelaskan pokok – pokok isi kandungan Al quran.
b. mengetahui apa saja pokok- pokok isi kandungan al qur’an.
PEMBAHASAN
Pokok-Pokok Kandungan Al-Qur'an
A. Pokok-pokok Keyakinan Atau Keimanan
(Aqidah)
Salah satu pokok kandungan al-Qur’an adalah masalah akidah.
Bahkan masalah akidah inilah merupakan inti kandungan al-Qur’an. Akidah secara
etimologis berasal dari kata ‘aqada ya’qidu-aqdan-aqidatan, yang berarti
simpul, ikatan, perjanjian yang kokoh. Setelah kata tersebut menjadi aqidah
maka ia berarti keyakinan.
Secara terminologi (istilah) ada beberapa pengertian tentang
akidah antara lain, menurut Hasan al-Banna Akidah adalah: beberapa perkara
yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa
menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
Aqidah
Islam
adalah keimanan yang pasti kepada pokok-pokok ini berikut cabang-cabang dari
pokok-pokok ini yaitu dari perkara gaib, pokok-pokok hukum yang pasti dan semua
pokok agama dan aqidah yang disepakati oleh salaf (pendahulu) kita yang sholih.
Pokok-pokok ini menurut para nabi
adalah satu sebagaimana Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إنا معشر الأنبياء ديننا واحد. متفق
عليه
Sesungguhnya kami para nabi agama
kami adalah satu. disepakati oleh Bukhori&Muslim.
Imam Nawawi berkata-semoga Alloh
merahmatinya-:
أصل إيمانهم واحد وشرائعهم مختلفة،
فإنهم متفقون في أصول التوحيد. شرح صحيح مسلم (15/120).
Pokok keimanan mereka adalah satu dan syari’at mereka
berbeda-beda, maka sesungguhnya mereka sepakat dalam pokok-pokok tauhid”
Ibnu Hajar dalam kitab fathul baari
(6/489) berkata:
بل إن أول دعوة الرسل واحدة وهي
الدعوة إلى عبادة الله وحده لا شريك له
Bahkan
sesungguhnya yang pertama kali didakwahkan oleh para utusan Alloh adalah satu
yaitu ajakan untuk beribadah kepada Allah saja yang tidak ada sekutu bagiNya
Maka menurut semua ulama pokok-pokok
agama dan keyakinan adalah satu, maka anggapan yang keliru dari sebagian orang
bahwa berbilangnya madzhab-madzhab dalam fiqih adalah berbilangnya
madhab-madzhab dalam aqidah berdasarkan para ulama, kenapa anggapan itu keliru?
Karena berkembangnya madzhab-madzhab
dalam fiqih itu setelah mereka sepuluh tahun, kalau memang ada perselihan
madzhab para ulama dalam fiqih maka sesungguhnya mereka itu besepakat dalam
pokok-pokok agama dan keyakinan .
Oleh karena itu Ibnu Taimiyyah
-semoga Allah merahmatinya- berkata:
اعتقاد الشافعي واعتقاد سلف الإسلام
كمالك والثوري والأوزاعي وابن المبارك وأحمد بن حنبل وإسحاق بن راهويه، فإنه ليس
بين هؤلاء الأئمة وأمثالهم نزاع في أصول الدين. الفتاوي: (5/256).
keyakinan Imam syafi’I dan keyakinan
salaf (pendahulu) islam seperti Imam Malik, Asstaury. Al Auzaa’I, Ibnu Mubarok,
Ahmad bin Hanbal dan Ishak bin Rohawaih, maka sesungguhnya tidak ada perbedaan
antara mereka para ulama dan yang semisalnya dalam pokok-pokok agama. Al fataawa: (5/256).
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri,
akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia
berdasarkan akal, wahyu dan fitrah.
Ruang lingkup pembahasan akidah
meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Ilahiyyat:
segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah Swt seperti wujud Allah,
nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-Nya. Karena Allah tidak tampak (ghoib)
oleh manusia, maka untuk sekedar mendapat gambaran atau pengertian,
diberiaknlah sifat-sifat Allah Swt dalam al-Qur’an.
b. Nubuwat: yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan nabi dan rasul, termasukpembahasan
tentang
kitab-kitab Allah mukjizat dan sebagainya.
c. Ruhaniyyat:
yaitu pembahasan yang berkaitan dengan alam metafisik (yang bersifat ghaib)
seperti tentang malaikat, jin, iblis syaitan dan sebagainya.
d. Sam’iyyat:
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang bias diketahui melalui as-sama’
(pendengaran yang berdasarkan dalil naqli, yaitu al-Qur’an dan al-sunnah
al-shahihah). Seperti pembahasan tentang surge, neraka, alam barzakh atau alam
kubur, tanda-tanda kiamatdan sebagainya. Pembahasan tentang hal-hal ini
kemudian oleh para ulama disebut dengan rukun iman, yang meliputi Iman kepada
Allah, para malaikat, kitab-kitab Allah para rasul-Nya, hari kiamat dan
qadla-qadar.
B.
Pokok-pokok pengabdian kepada Allah
swt.
Pada sisi pengabdian, manusia harus aktif, karena kita difungsikan sebagai subyek yang dimaksudkan untuk melakukan pengabdian. Secara essensial pengabdian kepada Allah diwujudkan dalam dua bentuk yaitu:
·
melakukan semua yang diperintahkan,Bismillahirrahmanirrahim
·
dan menjauhi semua yang dilarang .
Artinya kita senantiasa berupaya untuk menempatkan diri seutuhnya lahir dan batin dalam kepatuhan mutlak kepada Maha Pencipta.
Melakukan yang diperintahkan tanpa menjauhi yang dilarang belum bisa dikatakan sebagai pengabdian, karena tidak ada unsur kepatuhan. Sebaliknya: menjauhi yang dilarang tanpa melakukan yang disuruh, juga belum bisa dikatakan sebagai suatu kepatuhan, sehingga bukan merupakan pengabdian. Inilah essensi dari pengabdian, yang harus dilaksanakan dengan penuh keikhlasan.
"Ikhlas" dalam melakukan perintah
Allah adalah merupakan suatu keniscayaan. Tanpa keikhlasan, kepatuhan belum
bisa dikatakan sebagai suatu pengabdian. "Ikhlas" dalam menjauhi
larangan Allah juga merupakan keniscayaan, karena tanpa keikhlasan, menjauhi
larangan Allah belum bisa dikatakan sebagai suatu pengabdian. Mari kita cermati
contoh sederhana berikut:
Sewaktu berjalan di suatu lorong saya melihat
sebatang pohon rambutan di pekarangan rumah penduduk berbuah sangat lebat.
Tiba-tiba saya mempunyai hasrat untuk menikmatinya. Saya dekati cabang pohon
yang rendah dengan maksud untuk mengambil buahnya. Sewaktu buah rambutan sudah
berada dalam jangkauan tangan, tiba-tiba pemilik rumah keluar dari pintu
samping. Takut dan malu ketahuan sebagai "pencuri" maka saya
mengurungkan niat mengambil buah (yang saya tidak berhak atasnya) dan
meneruskan perjalanan. Apakah ini dapat dikatakan sebagai suatu pengabdian
kepada Allah?
Apakah perbuatan saya menghindari pengambilan
barang tanpa hak, seperti contoh diatas mempunyai nilai kebaikan? Jelas
mempunyai nilai kebaikan. Tetapi apakah perbuatan saya tersebut mempunyai nilai
ibadah kepada Allah? Wallahua’lam. Seandainya sipemilik rumah tidak terlihat
oleh saya, sangat mungkin saya sudah mengambil dan menikmati rambutan tersebut.
Artinya saya tidak jadi melakukan "larangan" tersebut karena orang,
bukan karena Allah. Mohon direnungkan.
Berada
di jalur taat berarti berada dalam kebenaran (haq). Orang yang berada di jalur
taat seharusnya tidak mendekat ke jalur ingkar (batil). Karena Allah melarang
kita mencampurkan yang haq dengan yang batil. Jangankan menetap di jalur ingkar
(batil), mencampurkan taat (haq) dengan ingkar (batil) saja sudah terlarang.
Dengan demikian, sebagai orang yang sudah
mengikrarkan syahadah, dan mengaku beriman marilah kita pada setiap saat, dalam
kehidupan duniawi yang sangat singkat ini, memperbaharui dan memperteguh
komitmen untuk berupaya agar dalam keseharian kita senantiasa:
·
tetap berada pada jalur taat,
·
tidak terpeleset ke jalur ingkar.
C.
Tata cara hubungan antar sesama
Pada hakikatnya, tidak ada manusia yang dapat hidup
sendiri tanpa berhubungan dengan orang lain. Manusia memiliki naluri untuk
hidup berkelompok dan berinteraksi dengan orang lain.6
Karena pada dasarnya, setiap manusia memiliki kemampuan dasar yang berbeda-beda
dan memiliki ciri khas tersendiri yang dapat dijadikan sebagai alat tukar
menukar pemenuhan kebutuhan hidup.
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau
makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang
berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk
sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan
masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam
berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat
dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada
diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan
orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak
hidup di tengah-tengah manusia.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin
bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan
tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi
kemanusiaannya.
Selain itu, manusia diciptakan dari berbagai karakteristik,
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal satu sama lain.
$يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ﴿١٣﴾
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetetahui lagi Maha
Mengenal.” (Al-Hujurat: 13)
Dalam menjalin hubungan baik sesama manusia, hendaknya
sikap hormat-menghormati tidak dilupakan. Mengenai hal ini, Allah sudah
memperingatkan dalam surah An-Nisa ayat 86:7
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ
مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا﴿٨٦﴾
Artinya:
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya
Allah memperhitungankan segala sesuatu.”
Sebagai makhluk sosial, manusia dapat saling
berinteraksi menjalin hubungan yang baik saling menghormati dengan sesama,
berkasih sayang sebagai fitrah diri manusia.
Interaksi manusia akan menghasilkan bentuk masyarakat
yang luas. Alquran, sebagai kitab suci umat Islam, memberikan petunjuk mengenai
ciri-ciri dan kualitas suatu masyarakat yang baik, wwalaupun semua itu
memerlukan upaya penafsiran dan pengembangan pemikiran. Di samping itu Alquran
juga memerintahkan kepada umat manusia untuk memikirkan pembentukan suatu
masyarakat dengan kualitas-kualitas tertentu. Dengan begitu, menjadi sangat
mungkin bagi umat Islam untuk membuat suatu gambaran masyarakat ideal
berdasarkan petunjuk Alquran.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Alquran
menunjuk arti masyarakat ideal, antara lain: Ummatun Wâhidah, Ummatun
Wasathan, Khairu Ummah, Baldatun Thoyyibatun, Ummatun Muqtashidah. Berikut
penjelasannya:
·
Ummatun Wâhidah
Bahwa pada mulanya manusia itu adalah satu umat,
ditegaskan dalam surah Al-Baqarah: 213.
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ
النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ
بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ ۚ وَمَا
اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ
الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۖ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا
اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ ۗ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ﴿٢١٣﴾
Artinya:
“Manusia sejak dahulu adalah umat yang satu, selanjutnya
Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan,
dan menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan
diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih
tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab
itu, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata,
karena keinginan yang tidak wajar (dengki) antara mereka sendiri. Maka Allah
memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang
mereka perselisihkan itu dengan kehendakNya. Dan Allah selalu memberi petunjuk
orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus.”
Dalam ayat ini secara tegas dikatakan bahwa manusia dari
dahulu hingga kini merupakan satu umat. Allah Swt menciptakan mereka sebagai
makhluk sosial yang saling berkaitan dan saling membutuhkan. Mereka sejak
dahulu hingga kini baru dapat hidup jika bantu membantu sebagai satu umat,
yakni kelompok yang memiliki persamaan dan keterikatan. Karena kodrat mereka
demikian, tentu saja mereka harus berbeda-beda dalam profesi dan kecenderungan.
Ini karena kepentingan mereka banyak, sehingga dengan perbedaan tersebut
masing-masing dapat memenuhi kebutuhannya.
·
Ummatun Wasathan
Istilah lain yang juga mengandung makna masyarakat ideal
adalah Ummatun Wasathan. Istilah ini antara lain tertuang dalam firman
Allah Q.S. al-Baqarah: 143
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا
شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا
جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ
الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً
إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ
إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ﴿١٤٣﴾
Artinya:
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam),
umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak
menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.
Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa kualifikasi umat
yang baik adalah ummatun wasathan. Kata wasathan terdiri dari
huruf wau, sîn dan tha’ yang bermakna dasar pertengahan atau
moderat yang memang menunjuk pada pengertian adil. Al-Râghib mengartikan
sebagai sesuatu yang berada di pertengahan yang kedua ujungnya pada posisi
sama. Posisi prtengahan menjadikan anggota masyarakat tersebut tidak memihak ke
kiri dan ke kanan, yang dapat mengantar manusia berlaku adil. Posisi itu
jugamenjadikannya dapat menyaksikan siapapun dan dimanapun. Allah menjadikan
umat Islam pada posisi pertengahan agar menjadi saksi atas perbuatan manusia
yakni umat yang lain.
·
Ummatun Muqtashidah
Ungkapan ummatun muqtashidah terulang hanya
sekali dalam Al-Quran yaitu dalam surah Al-Maidah: 66
وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ
وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ
تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ ۚ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ
مَا يَعْمَلُونَ﴿٦٦﴾
Artinya:
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum)
Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya,
niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka.
Diantara mereka ada golongan yang pertengahan[. Dan alangkah
buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.”
Makna kelompok pertengahan (ummatun muqtashidah)
dalam ayat di atas adalah segolongan kelompok yang berlaku pertengahan dalam
melakukan agamanya, tidak berlebihan juga tidak melalaikan.
·
Khairu Ummah
Istilah khairu Ummah berrti umat terbaik atau
umat unggul atau masyarakat ideal hanya sekali saja disebutkan diantara 64 kata
ummah dalam Al-Quran yakni dalam surah Ali Imran: 110.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ
الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ﴿١١٠﴾
Artinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.”
Dalam ayat tersebut, dijelaskan kriteria-kriteria Khairu
Ummah, yaitu menyuruh kepada ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah.
·
Baldatun Thoyyibah
Istilah ini tertuang dalam surah Saba’:15.
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ
جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا
لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ﴿١٥﴾
Artinya:
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di
tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah
kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah
negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.”
Baldatun Thoyyibah berarti mengacu
kepada tepat, bukan kepada kumpuln orang. Namun, Ali Nurdin, dalam bukunya Menelusuri
Masyarakat Ideal dalam Alquran memasukkan ungkapan tersebut dalam istilah
masyarakat ideal dengan faktor kebahasaan sebagai salah satu pertimbangan
utama.
D. Pokok-pokok aturan tingkah laku(Akhlak)
Akhlak
merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki
kedudukan yang sangat penting, di samping dua kerangka dasar lainnya. Akhlak
merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah.
Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah
fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada
diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Nabi
Muhammad Saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di
muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak manusia yang
mulia. Nabi bersabda:
Artinya:
”Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR.
Ahmad).
Apa
yang dinyatakan Nabi sebagai misi utama kehadirannya bukanlah suatu yang
mengada-ada, tetapi memang sesuatu yang nyata dan Nabi benar-benar menjadi
panutan dan teladan bagi umatnya dan bagi setiap manusia yang mau menjadi
manusia berkarakter atau berakhlak mulia. Pengakuan akan akhlak Nabi yang
sangat agung bukan hanya dari manusia, tetapi dari Allah Swt. seperti dalam
firmannya:
Artinya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam
[68]: 4).
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab [33]: 21).
Untuk
memahami akhlak Nabi yang lebih rinci di samping ditegaskan dalam
hadis-hadisnya, juga bisa dilihat dari keseluruhan ayat al-Quran yang berisi
perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Apa saja yang diperintahkan
Allah dalam al-Quran pasti dilakukan oleh Nabi, dan apa saja yang dilarang
Allah dalam al-Quran pasti ditinggalkan dan dijauhi Nabi. Maka sangat tepat
ketika ‘Aisyah (isteri Nabi) ditanya oleh sahabat bagaimana tentang akhlak
Nabi? ‘Aisyah menjawab, “Akhlak Nabi adalah al-Quran.” Artinya sikap dan
perilaku Nabi sehari-hari tidak ada yang keluar dan menyimpang dari semua
aturan yang ada dalam al-Quran.
Karena
itu, siapa pun yang bermaksud meneladani Nabi atau bersikap dan berperilaku
seperti Nabi, maka ia harus tunduk dan patuh terhadap seluruh aturan yang ada
dalam al-Quran, baik yang berupa perintah-perintah Allah maupun
larangan-larangan-Nya. Di sinilah pentingnya umat Islam memahami isi kandungan
al-Quran.
E. Pokok-pokok aturan hukum (Syari’ah)
Secara bahasa Syari’ah berasal dari kata syir’ah atau
syari’ah yang berarti jalan yang jelas (al-thariq al-wadlih). Dalam
arti luas, syariah adalah seluruh ajaran islam yang berupa norma-norma agama
agar ditaati, baik berkaitan dengan tingkah laku individual dan kolektif.
Syariah dalam pengertian luas ini identik dengan ad-din (agama) yang
juga berlaku untuk umat-umat Nabi yang dulu. Allah berfirman dalam surat
Asy-Syura ayat 13:
13.
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik
agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang
yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya).
Keberadaan Al-Qur’an sangat
dibutuhkan manusia. Di kalangan Mu’tazilah dijumpai pendapat bahwa Tuhan
wajib menurunkan Al-Qur’an bagi manusia, karena manusia dengan segala daya yang
dimilikinya tidak dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Bagi Mu’tazilah
Al-Qur’an berfungsi sebagai konfirmasi, yakni memperkuat pendapat-pendapat akal
pikiran, dan sebagai informasi terhadap hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh
akal. Di dalam Al-Qur’an terkandung petunjuk hidup tentang berbagai hal
walaupun petunjuk tersebut terkadang bersifat umum yang menghendaki penjabaran
dan perincian oleh ayat lain atau oleh hadis. Petunjuk Al-Qur’an terkadang
memang bersifat global sehingga menerapkannnya perlu ada pengolahan dan
penalaran akal manusia, dan karena itu pula Al-Qur’an diturunkan untuk manusia
berakal. Kita misalnya disuruh puasa, haji dan sebagainya. Tetapi cara-cara
mengerjakan ibadah tersebut tidak kita jumpai dalam Al-Qur’an, melainkan dalam
hadis Nabi yang selanjutnya dijabarkan oleh para ulama sebagaimana kita jumpai
dalam kitab-kitab fiqih.
Dengan demikian jelas bahwa kehujjahan
(argumentasi) Al-Qur’an sebagai wahyu tidak seorangpun mampu membantahnya di
samping semua kandungan isinya tak satupun yang bertentangan dengan akal
manusia sejak awal diturunkan hingga sekarang dan seterusnya. Lebih-lebih di
abad modern ini, di mana perkembangan sains modern sudah sampai pada puncaknya
dan kebenaran Al-Qur’an semakin terungkap serta dapat dibuktikan secara ilmiah.
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup
secara umum mengandung 3 ajaran pokok:
- Ajaran-ajaran
yang berhubungan dengan kaidah (keimanan) yang membicarakan tentang
hal-hal yang wajib diyakini, seperti masalah tauhid, masalah kenabian,
mengenai kitab-Nya, Malaikat, hari Kemudian dan sebagainya yang
berhubungan dengan doktrin ‘akidah.
- Ajaran-ajaran
yang berhubungan dengan akhlak, yaitu hal-hal yang harus dijadikan
perhiasan diri oleh setiap mukallaf berupa sifat-sifat keutamaan dan
menghindarkan diri dari hal-hal yang membawa kepada kehinaan.
- Hukum-hukum
amaliyah, yaitu ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan amal perbuatan
mukalaf. Dari hukum-hukum amaliyah inilah timbul dan berkembangnya
ilmu fikih, hukum-hukum amaliyah dalam Al-Qur’an terdiri dari dua cabang,
yaitu hokum-hukum badah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, dan
hokum-hukum mu’amalat yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya.
Abdul Wahhab Khallaf merinci macam hukum-hukum bidang
mu’amalat dan jumlah ayatnya sebagai berikut:
- Hukum
keluarga, mulai dari terbentuknya pernikahan sampai masalah talak, rujuk,
‘iddah, dan sampai msalah warisan. Ayat-ayat yang mengatur masalah ini
tercatat sekitar 70 ayat. Surat al-Baqarah ayat 234
- Hukum
mu’amalat (perdata), yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan
seseorang dengan sesamanya, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai
menggadai, utang piutang, dan hokum perjanjian. Hokum-hukum jenis ini
mengatur hubungan perorang, masyarakat, hal-hal yang berhubungan dengan
harta kekayaan, dan memelihara hak dan kewajiban masing-masing. Ayat-ayat
yang mengatur hal ini terdiri dari 70 ayat. Contoh: surat an-Nisa’ ayat 29
- Hukum
jinayat (pidana), yaitu hokum-hukum yang menyangkut dengan tindakan
kejahatan. Hukum-hukum seperti ini bermaksud untuk memelihara stabilitas
masyarakat, seperti larangan membunuh serta sanksi hukumnya, larangan
menganiaya orang lain, berzina, mencuri, serta ancaman hokum atas
pelakunya. Ayat-ayat yang mengatur hal ini sekitar 30 ayat. Surat
al-Maidah ayat 90
- Hukum
al-murafa’at (acara), yaitu hokum-hukum yang berkaitan dengan peradilan,
kesaksian, dan sumpah. Hokum-hukum seperti ini dimaksudkan agar putusan
hakim dapat seobjektif mungkin, dan untuk itu diatur hal-hal yang
memungkinkan untuk menyingkap mana pihak yang benar dan mana yang salah.
Ayat-ayat yang mengatur hal ini berjumlah sekitar 13 ayat.
- Hukum
ketatanegaraan, yatiu ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan
pemerintahan. Hukum-hukum seperti ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan
penguasa dengan rakyat, dan mengatur hak-hak pribadi dan masyarakat. Ayat
ayat yang berhubungan dengan masalah ini sekitar 10 ayat. An-Nahl ayat 90
- Hukum
antara bangsa (internasional), yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan
antara Negara islam dengan non islam, dan tata cara pergaulan dengan non
muslim yang berada di Negara islam. Ayat-ayat yang mengatur hal ini sekitar
25 ayat. QS Al-Hujarat ayat 13
- Hukum
ekonomi dan keuangan, yaitu hukum-hukum yang mengatur hak-hak fakir miskin
dari harta rang-orang kaya. Hukum-hukum semacam ini dimaksudkan untuk
mengatur hubungan keuangan antara orang yang berupaya dan orang-orang yang
tidak berupaya, dan antara Negara dan perorangan. Ayat-ayat yang mnegatur
bidang ini sekitar 10 ayat.
F.
Dasar-dasar ilmu pengetahuan
Ilmu atau ilmu
pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu
bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang
disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk
karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
ilmu
pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci
al-Qur’an. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam al-Qur’an sebanyak 105
kali, tetapi dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali[8]. Sains
merupakan salah satu kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap kali umat Islam
ingin melakasanakan ibadah selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat yang
tepat, umpamanya melaksanakan shalat, menentukan awal bulan Ramadhan,
pelaksanaan haji semuanya punya waktu-waktu tertentu dan untuk mentukan waktu
yang tepat diperlukan ilmu astronomi.
Maka dalam Islam pada abad pertengahan dikenal istilah “
sains mengenai waktu-waktu tertentu”. Banyak lagi ajaran agama yang
pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan teknologi, seperti untuk
menunaikan ibadah haji, bedakwah menyebarkan agama Islam diperlukan kendraan
sebagai alat transportasi. Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan
ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan
konsep dan teori yang sudah ada, antara lain sebagaimana terdapat dalam Q.S
Ar-Rahman: 55/33.
Hai jama''ah
jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan
bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan
(Q.S Ar-Rahman: 55/33).
Al-Qur’an
sejak empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat secara ilmiyah
kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah di persilakan oleh Allah
untuk mejelajah di angkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan
kekuatan (sulthan); kekuatan yang dimaksud di sisni sebagaimana di tafsirkan
para ulama adalah ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi, dan hal ini telah
terbukti di era mederen sekarang ini, dengan di temukannya alat transportasi
yang mampu menembus angksa luar bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan
dalam bidang sains dan teknologi telah berulang kali melakukan pendaratan di
Bulan, pelanet Mars, Juipeter dan pelanet -pelanet lainnya.
Menurut
Quraish Shihab pemaparan ayat-ayat Al-Qur’an tentang ”Kebenaran Ilmiah”
tersebut lebih bertujuan untuk menunjukkan tentang kebesaran Tuhan dan ke
Esa-an Nya, serta mendorong manusia seluruhnya mengadakan observasi dan
penelitian demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan KepadaNya.
Al-Quran demikian menghormati
kedudukan ilmu dengan penghormatan yang tidak ditemukan bandingannya dalam
kitabkitab suci yang lain. Sebagai bukti, Al-Quran menyifati masa Arab
pra-Islam dengan jahiliah (kebodohan). Di dalam Al-Quran terdapat beratus-ratus
ayat yang menyebut tentang ilmu dan pengetahuan. Di dalam sebagian besar ayat
itu disebutkan kemuliaan dan ketinggian derajat ilmu.
Membuka
dan membaca mushaf Al-Qur'an, kita akan menemukan ratusan ayat yang
membicarakan tentang petunjuk untuk memperhatikan bagaimana cara kerja Alam
dunia ini. Tidak kurang dari 700 ayat dari 6000-an ayat Al-Qur'an memberikan
gambaran kepada manusia untuk memperhatikan alam sekitarnya. Selain itu,
biasanya ayat-ayat yang membahasnya diawali maupun diakhiri dengan
sindiran-sindiran seperti; "apakah kamu tidak memperhatikan?",
"Apakah kamu tidak berpikir?", "Apakah kamu tidak
mendengar?", "Apakah kamu tidak melihat?". Sering pula di akhiri
dengan kalimat seperti "Sebagai tanda-tanda bagi kaum yang berpikir",
"Tidak dipahami kecuali oleh Ulul Albaab". Demikianlah Mukjizat
terakhir Rasul, yang selalu mengingatkan manusia untuk mendengar, melihat,
berpikir, merenung, serta memperhatikan segala hal yang diciptakan Allah di
dunia ini.
G.
Sejarah para nabi dan umat terdahulu
Kisah-kisah dalam
Alquran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
- Kisah
para Nabi yang memuat dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang
ada pada mereka, sikap para penentang, perkembangan dakwah dan
akibat-akibat yang diterima orang-orang yang mendustakan para Nabi.
- Kisah-kisah
yang berkaitan dengan kejadian-kejadian umat-umat terdahulu dan tentang
orang-orang yang tidak dapat dipastikan kenabiaanya, seperti kisah Thalut,
Jalut, dua putra Adam, Ashahab al-Kahfi, Zulqarnai, Ashabul Ukhdud dsb.
- Kisah-kisah
yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah seperti
perang badar, uhud, tabuk dan lain sebagainya.
Adapun unsur-unsur kisah dalam Alquran adalah:
- Pelaku
(al-Syaksy). Dalam Alquran para actor dari kisah tersebut tidak
hanya manusia, tetapi juga malaikat, jin dan bahkan hewan seperti semut
dan burung hud-hud.
- Peristiwa
(al-Haditsah). Unsur peristiwa merupakan unsur pokok dalam suatu
cerita, sebab tidak mungkin, ada suatu kisah tanpa ada peristiwanya.
Berkaitan peristiwa, sebagian ahli membagi menjadi tiga, yaitu a)
peristiwa yang merupakan akibat dari suatu pendustaan dan campur tangan
qadla-qadar Allah dalam suatu kisah. b) peristiwa yang dianggap luar biasa
atau yang disebut mukjizat sebagai tanda bukti kebenaran, lalu datanglah
ayat-ayat Allah, namun mereka tetap mendustakannya lalu turunlah adzab. c)
peristiwa biasa yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal sebagai tokoh
yang baik atau buruk, baik merupakan rasul maupun manusia biasa.
- Percakapan
(Hiwar). Biasanya percakapan ini terdapat pada kisah yang banyak
pelakunya, seperti kisah Nabi Yusuf, kisah Musa dsb. Isi percakapan dalam
Alquran pada umumnya adalah soal-soal agama, misalnya masalah kebangkitan
manusia, keesaan Allah, pendidikan dsb. Dalam hal ini Alquran menempuh
model percakapan langsung. Jadi
Alquran menceritakan pelaku dalam bentuk aslinya.
- Tujuan
dan Fungsi Qashasul Quran
Apa sebenarnya tujuan dan fungsi
kisah dalam Alquran? Kisah-kisah dalam Alquran merupakan salah satu cara yang
dipakai Alquran untuk mewujudkan tujuan yang bersifat agama. Sebab Alquran itu
juga sebagai kitab dakwah agama dan kisah menjadi salah satu medianya untuk
menyampaikan dan memantapkan dakwah tersebut.
Oleh karena tujuan-tujuan yang
bersifat religius ini, maka keseluruhan kisah dalam Alquran tunduk pada tujuan
agama baik tema-temanya, cara-cara pengungkapannya maupun penyebutan
peristiwanya. Namun ketundukan secara mutlak terhadap tujuan agama bukan
berarti ciri-ciri kesusasteraan pada kisah-kisah tersebut sudah menghilang sama
sekali, terutama dalam penggambarannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan
agama dan kesusasteraan dapat terkumpul pada pengungkapan Alquran. Jadi dapat
disimpulkan bahwa tujuan kisah Alquran adalah untuk tujuan agama, meskipun
demikian tidak mengabaikan segi-segi sastranya.
Adapun tujuan dan fungsi dalam Alquran antara lain adalah:
- Untuk
menunjukkan bukti kerasulan Muhammad saw. Sebab beliau meskipun tidak
pernah belajar tentang sejarah umat-umat terdahulu, tapi beliau dapat tahu
tentang kisah tersebut. Semua itu tidak lain berasal dari wahyu Allah.
- Untuk
menjadikan uswatun hasanah suritauladan bagi kita semua, yaitu dengan
mencontoh akhlak terpuji dari para Nabi dan orang-orang salih yang
disebutkan dalam Alquran.
- Untuk
mengokohkan hati Nabi Muhammad saw dan umatnya dalam beragama Islam dan
menguatkan kepercayaan orang-orang mukmin tentang datangnya pertolongan
Allah dan hancurnya kebatilan.
- Mengungkap
kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang
masih murni.
- Untuk
menarik perhatian para pendengar dan menggugah kesadaran diri mereka
melalui penuturan kisah.
- Menjelaskan
prinsip-prinsip dakwah agama Allah, yaitu bahwa semua ajaran para Rasul
intinya adalah tauhid.
Pandangan Orientalis Terhadap
Kisah Dalam Alquran
Ada beberapa orientalis yang
berpendapat bahwa kisah-kisah masa lampau yang dikemukakan Alquran diketahui
Nabi Muhammad saw dari seorang pendeta atau beliau jiplak dari kitab Perjanjian
Lama. Pendapat ini jelas tidak benar dari banyak segi.
Pertama, Nabi Muhammad saw
tidak pernah belajar pada siapapun. Memang pada masa kanak-kanak beliau
pernah ikut berdagang pamanya ke Syam dan bertemu dengan rahib yang bernama
Buhaira yang meminta pamannya agar member perhatian serius pada nabi karena dia
melihat tanda-tanda kenabian pada beliau. Namun pertemuan ini pun hanya terjadi
beberapa saat. Di sini kita bertanya, “kalau remaja kecil (Muhammad saw)
belajar pada rahib itu, apakah logis dalam pertemuan singkat itu beliau
memperoleh banyak informasi yang mendetail, bahkan sangat akurat?” tentu saja
tidak.
Ada juga seorang orientalis yang
bernama Montgomery Watt yang berkata bahwa Nabi Muhammad saw belajar pada
Waraqah bin Naufal. Menurutnya, Khadijah merupakan anak paman Waraqah bin
Naufal, sedangkan ia merupakan agamawan yang akhirnya menganut agama Kristen.
Tidak dapat disangkal Khadijah berada di bawah pengaruhnya dan boleh jadi
Muhammad telah menimba sesuatu dari semangat dan pendapat-pendapatnya.
Kita mengakui kalau Waraqah beragama
Kristen, tapi bahwa Muhammad dating belajar kepadanya adalah sesuatu yang tidak
dapat diterima. Hal ini karena menurut pelbagai riwayat kedatangan beliau
menemui Waraqah adalah setelah beliau menerima wahyu dan bukan sebelumnya. Di
sisi lain, Waraqah berpendapat bahwa yang datang pada Nabi Muhammad saw di gua
Hira itu adalah malaikat yang pernah datang pada Nabi Musa dan Isa a.s., dan
beliau menyatakan bahwa seandainya hidup saat Muhammad dimusuhi kaumnya,
niscaya dia akan membelanya. Jika demikian logiskah jika Nabi Muhammad saw
belajar kepadanya setelah Waraqah mengakui kenabiannya?
Tidaklah tepat jika dikatakan bahwa
Nabi Muhammad saw mempelajari Kitab Perjanjian Lama karena disamping beliau
tidak dapat membaca dan menulis, juga karena terdapat sekian banyak informasi
yang dikemukakan Alquran yang tidak termaktub dalam Perjanjian Lama atau
Perjanjian Baru, missal kisah Ashab Al-Kahfi. Kalaupun ada yang sama,
seperti beberapa kisah nabi-nabi, namun dalam rincian atau rumusan terdapat
perbedaaan-perbedaan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
- Alquran
merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yang tidak dapat
diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masa lalu, masa
sekarang maupun masa yang akan datang.
- Sebagian
isi kandungan dalam Alquran kebanyakan memuat tentang qashas (sejarah)
umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang (umat
Islam).
- Qashashul
quran adalah kabar-kabar dalam Alquran tentang keadaan-keadaan umat yang
telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah
terjadi.
- Tujuan
kisah Alquran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang
terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk
memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.
- Kisah
dalam Alquran dibedakan tiga macam, yaitu: kisah dakwah para nabi,
kejadian umat terdahulu dan kejadian di zaman Rasulullah Muhammad saw.
- Unsur
kisah Alquran juga ada tiga, yakni: adanya Pelaku, kejadian atau peristiwa
dan percakapan.
- Inti
dari fungsi kisah dalam Alquran adalah untuk dakwah menegakkan kalimat
tauhid, membantah kebohongan kaum kafir serta menjadikannya sebagai
pelajaran yang amat berharga bagi umat Islam.
- Beberapa
kaum orientalis ada yang meragukan keaslian kisah-kisah dalam Alquran.
Namun anggapan mereka terbantahkan dengan bukti-bukti yang telah
dipaparkan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
http://pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/tauhid/kitab-kitab-islam/788/isikandungan-al-quran.html
http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-alquran-aqidah-ibadah-akhlak-hukum-sejarah-dorongan-untuk-berfikir-garis-besar-inti-sari-al-quran.html
http://sejarah.kompasiana.com/2011/08/05/memahami-kandungan-al-quran/
buku
ekonomi islam
0 Komentar