Advertisement

Header Ads

Prosedur dan Standar Penanganan Bukti Digital

Assalamualikum para Ahli Forensics :)

Sekarang, kejahatan tidak hanya terjadi didunia konvensinal saja. akan tetapi, Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin maju membuat tingkat kejahatan pada teknologi informasai (CyberCrime) juga banyak terjadi dan bahkan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Contohya saja pada akhir akhir ini banyak terjadi kasus penyebaran berita yang tidak benar, kasus peretasan/pembajakan Web dan masih bayak lagi kasus Cybercrime yang membuat bayak orang mengalami banyak kerugian.


Pembahasan kali ini tentang penanganan barang bukti Digital dari berbagai sumber sebagai berikut:

1.   Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010.

Dalam Perkab Polri Nomor 10 tahun 2010 terdapat beberapa prinsin-prinsip tentang pengelolaan barang bukti dalam peraturan ini meliputi:

Terdapat Pada BAB 1 pasal 3

Prinsip-prinsip pengelolaan barang bukti dalam peraturan ini meliputi:

  1. Legalitas, yaitu setiap pengelolaan barang bukti harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Transparan, yaitu pengelolaan barang bukti dilaksanakan secara terbuka
  3. proporsional, yaitu keterlibatan unsur-unsur dalam pelaksanaan pengelolaan barang bukti harus diarahkan guna menjamin keamanannya
  4. Akuntabel, yaitu pengelolaan barang bukti dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, terukur, dan jelas
  5. dan efektif dan efisien yaitu setiap pengelolaan barang bukti harus dilakukan dengan mempertimbangkan adanya keseimbangan yang wajar antara hasil dengan upaya dan sarana yang digunakan.

Dalam BAB 5 Prosedur Pengelolaan Barang Bukti


Bagian Kesatu Penerimaan dan Penyimpanan

Pasal 12
Dalam penerimaan penyerahan barang bukti oleh penyidik, PPBB wajib melakukan tindakan sebagai berikut:
  1.  Meneliti Surat Perintah Penyitaan dan Berita Acara Penyerahan Barang Bukti yang dibuat oleh penyidik untuk dijadikan dasar penerimaan barang bukti
  2. Mengecek dan mencocokan jumlah dan jenis barang bukti yang diterima sesuai dengan Berita Acara Penyerahan Barang Bukti.
  3. Memeriksa dan meneliti jenis baik berdasarkan sifat, wujud, dan/atau kualitas barang bukti yang akan diterima guna menentukan tempat penyimpanan yang sesuai
  4. Mencatat barang bukti yang diterima ke dalam buku register daftar barang bukti, ditandatangani oleh petugas yang menyerahkan dan salah satu PPBB yang menerima penyerahan, serta disaksikan petugas lainnya
  5. Melakukan pemotretan terhadap barang bukti sebagai bahan dokumentasi.
  6. Mencoret dari buku register, barang bukti yang sudah dimusnahkan atau yang sudah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umu, dan
  7. Melaporkan tindakan yang telah dilakukan kepada penyidik dan Kasatker. 
Bagian Kedua Pengamanan dan Perawatan

Pasal 15
1. Ketua Pengelola Barang Bukti bertanggung jawab penuh terhadap keamanan dan keutuhan barang bukti baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
2. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk kegiatan:
  1. Melakukan pemeriksaan dan pengawasan secara berkala paling lama 2(dua) minggu sekali terhadap barang bukti yang disimpan di tempat penyimpanan barang bukti yang telah ditentukan atau tempat lain, dan dituangkan dalam buku kontrol barang bukti.
  2. Mengawasi jenis-jenis barang bukti tertentu yang berbahaya, berharga, dan/atau yang memerlukan pengawetan.
  3. Menjaga dan mencegah agar barang bukti yang disimpan tidak terjadi pencurian, kebakaran ataupun kebanjiran.
  4. Mengarahkan dan mengatur pembagian tugas bawahannya untuk menjaga, memelihara dan mengamankan barang bukti yang disimpan.
  5. Mencatat dan melaporkan kepada penyidik dan/atau atasan penyidik yang menyita bila terjadi kerusakan dan penyusutan serta kebakaran dan pencurian terhadap barang bukti yang disimpan; dan
  6. Menindak PPBB yang lalai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
  1. Apabila barang bukti yang disimpan mengalami kerusakan, penyusutan, pencurian atau kebakaran, dilakukan penyidikan sesuai ketentuan yang berlaku.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila ternyata dilakukan atau akibat kelalaian, terhadap pelakunya dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

2.  Standard (ISO, 2012)

The international standard (ISO, 2012) mainly deals with the initial process of collecting and storing potential digital evidence and disregards subsequent work with the evidence, such as its analysis, presentation and disposal.

Untuk mencegah penurunan nilai barang bukti dan menjadikannya tidak berguna (Digital Evidence First Responder) harus mengikuti prinsip umum tertentu untuk menjaga integritas bukti digital. Tujuan dari prosedur khusus ini harus mencakup yang berikut:
  1. Meminimalkan manipulasi dengan perangkat digital atau data digital.
  2. Mendokumentasikan semua tindakan dan perubahan yang dilakukan pada bukti digital, sehingga seorang ahli independen dapat melakukannya.
  3. Membentuk pendapat mereka sendiri tentang keandalan bukti yang diajukan.
  4. Proses sesuai dengan hukum negara.
  5. DEFR tidak boleh bertindak di luar kompetensinya.
Berikut ini sub-proses yang terlibat dalam penanganan bukti digital Standard (ISO, 2012).
  1. Identification
  2. Collection
  3. Aquisition
  4. Preservation

3. NIJ  ( National Institute of Justice )

This guide is intended to assist State and local law enforcement and other first responders who may be responsible for preserving an electronic crime scene and for recognizing, collecting, and safeguarding digital evidence. 

Prinsip prosedural yang harus diterapkan dalam investigasi pengelolan barang bukti bukti digital adalah :
  1. Proses pengumpulan, pengamanan, dan pengangkutan bukti digital seharusnya tidak mengubah bukti. 
  2. Bukti digital harus diperiksa hanya oleh mereka yang dilatih khusus untuk tujuan itu.
  3. Segala sesuatu yang dilakukan selama penyitaan, transportasi, dan penyimpanan bukti digital harus sepenuhnya didokumentasikan, dilestarikan, dan tersedia untuk ditinjau.

4. Association of Chief Police Officers (ACPO)

ACPO merupakan suatu panduan yang berisikan prosedur-prosedur yang bertujuan untuk menyediakan bimbingan tidak hanya untuk membantu penegakan hukum tetapi untuk semua itu membantu dalam menyelidiki insiden dan kejahatan keamanan siber.

Berikut Prinsip-prinsip dasar yang diterapakn oleh Acpo adalah

  1. No action taken by law enforcement agencies, persons employed within those agencies or their agents should change data which may subsequently be relied upon in court.
  2. In circumstances where a person finds it necessary to access original data, that person must be competent to do so and be able to give evidence explaining the relevance and the implications of their actions.
  3. An audit trail or other record of all processes applied to digital evidence should be created and preserved. An independent third party should be able to examine those processes and achieve the same result.
  4. The person in charge of the investigation has overall responsibility for ensuring that the law and these principles are adhered to.

5. MOSTLI Malaysia

MOSTLI merupakan Prosedur Operasi Standar (SOP) yang bertujuan untuk memberikan panduan umum dalam pengumpulan bukti digital. SOP ini dikembangkan berdasarkan masukan dari Kelompok kerja, yang terdiri dari informasi yg terbaik, pengetahuan dan pengalaman pada saat dilapangan sehingga pengumpulan bukti digital oleh petugas penegak hukum Malaysia dilakukan secara konsisten dan standar.

SOP ini memiliki 4 tahap penanganan dalan pengumpulan barang bukti, yaitu:
  1. Identification
  2. Collection
  3. Analysis
  4. Preservation
Demikian penjelasan tentang Prosedur dan Standar Penanganan Bukti Digital dari berbagai sumber yang penulis dapat berikan, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, karena saya cuma manusia yang Fakir Ilmu.
Wallahu a’lam bish-shawabi 

Wasssalmualaikum :)


Posting Komentar

0 Komentar